Sabtu, 09 Juni 2012

KETIKA BUDAYA TAK LAGI BERDAYA


 “Ketika Budaya tak lagi Berdaya : Refleksi NFEC 2012”

Ngomong-ngomong soal budaya, pasti banyak yang akan bosan dengerin apa itu budaya, dan sejarah tentang budaya. Nah, kali ini gue bakal ngebahas bagaimana signifikansi budaya di era globalisasi saat ini, terutama dalam bidang pendidikan. Ini adalah  hasil refleksi gue di event NFEC (National Future Educators Conference) 2012. Bener-bener hati ini berkecamuk dan bergelora !. Semangat itu ada, sudah ada dari dahulu, kamu hanya butuh Catatan, Ide, Hobby, Tabungan, dan Organisasi! Yuk mampir liat tulisan yang bakal membuat kamu jadi orang yang meginspirasi orang lain!. 

Suatu Quotes yang paling menarik yang bener-bener buat aku seperti kesambet petir 10.000 watt “CARA MENGHANCURKAN SUATU BANGSA ADALAH DENGAN MENGHILANGKAN BUDAYA DARI GENERASI MUDANYA” What a big true problem!

Sadar gag sadar, budaya semakin hilang seiring modernisasi dan globalisasi yang sebagai “soft power” negara-negara Barat. Siapa sih yang gag kenal film hollywood? Bollywood? Atau korean boy band & girl band ? atau fast food like McD, KFC, PizzaHut, dll.

Apa sih yang menjadi identitas suatu bangsa? BUDAYA! 

Ya, its totally true. Budaya adalah identitas yang menunjukkan apa , siapa, dan bagaimana karakter negara tersebut di hadapan negara lain. Oke, ini adalah pertanyaan mendasar yang sering saya dengar, “kamu orang indonesia yah ?” , sadar gag pertanyaan ini mengandung makna holistik mengenai kewarganegaraan kita.
Jika saya bertanya kembali, apa yang sangat dikenal dunia internasional tentang Indonesia???

BUDAYA! . Indonesia adalah zamrud khatulistiwa yang sangat kaya akan beranekaragam budaya, bahasa, etnik, kuliner, pariwisata, dan lain-lain. Namun sayangnya, saat ini budaya berada dalam situasi “KRITIS”. Apa yang menyebabkannya? Karena semakin pudarnya pelajaran sejarah serta pengetahuan mengenai budaya lokal. Emang penting gitu budaya ? Yailayah coyyyy, budaya itu warisan nenek moyang yang “tak ternilai” dicatet ya di otak kita, tak ternilai harganya. 

Saat ini semakin banyak yang tidak mengenal bahasa daerahnya, tarian daerah, bahkan lagu adat. Lebih parah lagi, “LUPA LIRIK LAGU KEBANGSAAN” . Hai pemuda! Kita adalah masa depan yang sangat menentukan kearah mana negara kita ini, apakah Indonesia bakal tetap survive dimasa mendatang? Apakah Indonesia akan bisa menjadi pemimpin ASEAN COMMUNITY 2012?. Jawabannya dimulai dari kita sebagai generasi muda, jiwa-jiwa yang penuh api semangat yang berdiri dengan “HATI, CINTA, DAN PASSION”. 

Kamu itu adalah benih yang bakal tumbuh subur dan meghidupkan orang lain. Apa yang kita butuhkan? Dapatkanlah hati yang benar-benar mengerti passion dalam diri kita, kembangkan. Layaknya bunga, tanam benihnya, siram dan siram dan lihat hasilnya. Tidak butuh untuk mendapatkan status “GURU” atau “DOSEN”. Segala sesuatu dimulai dari hal kecil yang dapat mempengaruhi orang disekelilingmu. Lalu lihatnya bagaimana reaksi orang-orang disekelilingmu, Jangan lupa! Kamu tidak bisa sendiri! Kamu butuh mereka yang memiliki passion yang sama J !
SEMANGAT ! SALAM NFEC 2012



Minggu, 13 Mei 2012

Negeri “Flora” dan Tempat sampah corak “Flora”


Sulit bagi kita untuk melaksanakan slogan “buang sampah ditempatnya” , walaupun kadang jarak antara kita dan tempat sampah itu lumayan dekat, namun masih saja dibuang sembarangan. . Kalau di Belanda, seperti yang lazimnya kita sudah mengenal bahwa di luar negeri itu hampir disetiap sudut jalan terdapat tempat sampah, dan bila sudah penuh ada mobil khusus yang mengosongkannya pada saat tertentu. Kalau hal ini pastilah merupakan tugas dari pembersih kota di Belanda. Namun bukan hanya itu saja ternyata , ada hal kreatif yang perlu kita ketahui tentang belanda. 

Belanda sangat dikenal dengan negeri yang penuh dengan bunga, apalagi bunga tulip yang melambangkan identitasnya di dunia internasional.  Nah kalau yang satu ini, sangat jarang di temukan dimana-mana kecuali di Belanda. Saya pernah membaca aneka yes kalau gag salah itu terbitan tahun 2007 waktu saya masih SMA. Masih teringat jelas di otak saya artikel mengenai seorang remaja yang mendapat beasiswa ke Belanda saat itu. Salah satu yang diceritakan ialah keadaan kota dan kebersihan di Belanda dan yang menjadi pusat perhatian saya ialah tempat sampah corak bunga. Tempat sampah itu terlihat cantik dengan beraneka corak bunga yang menghiasinya.  Bukan hal yang aneh untuk melihat tempat sampah yang bercorak bunga yang dibungkus oleh kertas warna ataupun yang dicat sendiri oleh pemiliknya. Kesan inilah yang semakin menambahkan poin plus bagi belanda, udah terkenal dengan negeri tulip, ditambah lagi aksesoris tempat sampah yang bernuansa bunga.  Wow, sampai segitunya yah  tempat sampah mendapat perlakuan khusus di Belanda. 

Bukan hanya soal jago  menarik perhatian orang apalagi wisatawan yang datang ke belanda, tapi yang paling penting adalah melalui perlakuan unik ini, sampah-sampah selalu ada di dalam tempat sampah. Walaupun sudah ada petugas kebersihan kota bahkan mobil penyapu jalanan, tempat sampah corak bunga ini merupakan kreatifitas yang memberikan kontribusi positif bagi kebersihan di Belanda. Apalagi di dalam keluarga yang memiliki anak, pasti anak-anak akan menyukai ide-ide kecil yang kreatif seperti ini sehingga mereka tertarik untuk membuang sampah pada tempatnya.  Ini dia gawang kebersihan kota di Belanda yang patut dicoba di negara-negara berkembang .

Kamis, 10 Mei 2012

Raja Ampat as a Cultural Diplomacy of Indonesia



Budaya merupakan elemen penting dalam promosi identitas suatu Bangsa. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari gugusan kepulauan atau yang dikenal sebagai “zamrud khatulistiwa”. Potensi pariwisata Indonesia sudah dikenal di mancanegara dengan keberagaman budaya, multietnis, pluralisme agama, serta flora dan fauna yang unik yang menarik perhatian para wisatawan. Keunikan inilah yang menjadi kekuatan diplomasi Indonesia untuk mengeksplor potensi pariwisatanya melalui kekayaan budaya, salah satunya melalui Raja Ampat.   Kepulauan Raja Ampat terletak di Barat Laut kepala burung Pulau Papua, dengan kurang lebih 1500 pulau kecil dan atol serta 4 pulau besar yang utama.  Raja Ampat atau 'Empat Raja' adalah nama yang diberikan untuk pulau-pulau ini. Sebuah nama yang berasal dari mitos lokal[1].  Empat pulau utama yang dimaksud itu adalah Waigeo, Salawati, Batanta, Misool yang merupakan penghasil lukisan batu kuno.
 Luas area ini kurang lebih 4 juta hektar persegi darat dan lautan - termasuk sebagian teluk Cendrawasih - membuatnya sebagai taman laut terbesar di Indonesia. Kehidupan hayati dan biota laut Raja Ampat paling kaya dan beranekaragam dari seluruh area taman laut  di wilayah segitiga koral dunia, Filipina – Indonesia – Papua Nuigini. Segitiga koral ini merupakan jantung kekayaan terumbu karang dunia yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan konservasi perlindungan alam internasional.
Kawasan Raja Ampat memiliki lebih dari 1,070 jenis spesies ikan, 600 jenis spesies terumbu karang dan 699 jenis Molusca. Bandingkan dengan kawasan seluruh Karibia yang hanya memiliki tidak lebih dari 70 jenis terumbu karang.[2] Tidak ada tempat di muka bumi ini yang memiliki begitu banyak keanekaragaman biota laut sebanyak Raja Ampat. Ini bisa jadi disebabkan jumlah populasi penduduk yang sangat sedikit yang masih menggunakan alat pancing tradisional serta akses terbatas antar pulau yang justru melindungi ekosistem alam ini dari kerusakan. Menurut laporan The Nature Conservancy dan Conservation International, ada sekitar 75%[3] spesies laut dunia yang hanya terdapat di Raja Ampat.
Raja Ampat mewakili spot eksotik Indonesia, daratan pulaunya yang masih perawan, laguna dan teluk yang terlindungi, pantai indah dan laut Biru semua ada. Di bagian Selatan di area Pulau Misool, terdapat sebuah resor yang indah terletak di pulau Batbitim. Resort ini dibangun dan dikelola dengan memegang prinsip prinsip konservasi alam yang ketat. batbitim sangat indah, dengan bukit dan laguna pasir putih yang membentang di depan cottages yang akan membius dengan pesona alamnya. Jembatan kayu berfungsi menghubungkan antar dermaga, dengan dive centre dan sisi cottages dan restoran tepat di tengah pulau. Dari sana ada jalan mengarah ke atas bukit menuju sisi cottages di balik pulau.
Mentri Pariwisata Indonesia, Jero Wacik, mengungkapkan adanya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Singapura untuk membangun pelabuhan cruise di Raja Ampat. Pembangunan pelabuhan ini diharapkan memudahkan wisatawan untuk datang dan menikmati keindahan alam di Raja Ampat. Selain itu, Perusahaan film terbesar di Eropa, Koh Lanta yang dibuat production house Adventure Line House, bermarkas di Prancis  akan membuat film adventure tentang kecantikan Raja Ampat, dan nanti akan menjadi promosi Indonesia seperti film  Eat, Pray, and Love[4]
Raja Ampat saat ini menjadi pusat perhatian dunia akan kekayaan alamnya. Pemerintah Indonesia harusnya melihat hal ini sebagai keberhasilan soft power yang harus dikelola lebih lanjut lagi. Sebagai negeri yang memiliki potensi pariwisata terbanyak dan beragam, peran Indonesia dalam mempromosikan budayanya melalui visit Indonesia harus lebih dikembangkan lagi mengenai bagaimana dan apa saja yang akan dipromosikan. Bukan hanya itu saja, peran masyarakat lokal pun harus diberdayakan agar penguatan nilai-nilai lokal tetap terjaga seiring dengan modernisasi pariwisata tersebut, dan konservasi alam sesuai dengan peraturan adat di Raja Ampat harus tetap ditegakkan agar menjaga kelestarian biota laut di Raja Ampat.


[1] Visit Indonesia (2012) “Raja Ampat : Ekspedisi Bawah Laut terbaik di Dunia” available from : http://www.indonesia.travel/id/destination/248 [accesed : 27/04/2012]
[2] Dive Raja Ampat (2012) “Raja Ampat : Welcome to the Realm of The Four King” available from : http://www.diverajaampat.org/ [accesed : 28/04/2012]
[3] Conservation (2012) “ Indonesia Protects Marine Areas” Available from : http://www.conservation.org/FMG/Articles/Pages/indonesia_protects_marine_areas.aspx [accesed : 28/04/2012]

[4] Home Living Indonesia (2012) “ Keindahan Bawah Laut Raja Ampat” available from : http://www.homelivingindonesia.com/life-style/travel-and-living/item/446-keindahan-bawah-laut-raja-ampat.html [accesed: 29/04/2012]


Belajar dari Keistimewaan Belanda dalam Hukum Laut

Hukum Laut merupakan salah satu cabang  dari Hukum Internasional yang lebih banyak mengalami perubahan secara revolusioner selama empat dekade terakhir. Ahli-ahli hukum Laut yang terkenal yang merupakan pionir awal berasal dari Belanda, seperti Hugo Grotius dan Cornelis van Bijnkershoek. Bahkan Konferensi Internasional yang pertama kali  membahas laut territorial yaitu “codification conference” (13 Maret – 12 April 1930) di laksanakan di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa Bangsa.  Walaupun belanda merupakan negara yang luas lautannya lebih kecil daripada Indonesia yang merupakan negara kepulauan, namun hukum laut dipegang teguh oleh belanda.

 Dari sejumlah negara kepulauan di dunia, Indonesia adalah salah satu yang terbesar-menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1992. Indonesia memiliki 193 titik dasar dan 92 pulau terluar yang berarti perlu ada peningkatan pengamanan berbasiskan hukum laut internasional[1]. Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km[2]. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari 15 negara yang memiliki ZEE terbesar[3].

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (Internal waters), 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuki ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan ( Contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen (Continental shelf), 7. Laut lepas (High seas), 8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area). Dengan delapan zonasi pengaturan ini maka Indonesia dapat dikatakan memiliki banyak hak-hak perairan yang harus diimplementasikan secara hukum. Hal ini berarti perlu ada penguatan hukum laut sehingga lautan Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain. Untuk itu Indonesia perlu mendalami hukum laut karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lautan yang sangat luas. Belanda adalah negara terbaik untuk mendalami hukum laut dengan keistimewaan tokoh-tokoh pencetus hukum laut serta berbagai peraturan dan istilah-istilah yang terkandung di dalamnya.

Salah satu kasus yang sangat dianggap oleh dunia Internasional dalam konteks keamananan di laut adalah pembajakan. Belanda pada tahun 2009 berhasil mengadili 5 bajak laut Somalia di Pengadilan Rotterdam[4]. Namun ketika kapal Sinar Kudus dibajak, Indonesia tidak bisa bertindak secara hukum mengingat banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang dipikirkan. Indonesia perlu belajar dari ketegasan belanda dalam penegakkan hukum laut internasional. Oleh karena itu peningkatan  kerjasama Indonesia – Belanda  dalam penegakkan  laut perlu ditingkatkan lagi agar implementasi hukum laut di Indonesia dapat berjalan dengan baik.


[1] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (2012) “193 Titik Dasar dan 92 Pulau Terluar” available from http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/193-titik-dasar-92-pulau-terluar [accesed : 05/05/2012]

[2] Ikasiwalima (2007) “ Profil Laut Indonesia” available from : http://ikasiwalima.wordpress.com/2007/09/15/profil-laut-indonesia/ [accesed : 06/05/2012]


[3] Tabloid Diplomasi (2010) “Sejarah Rezim Hukum Laut”. Hal. 15

[4] Detik News (2010) “Belanda Hukum 5 Bajak Laut Somalia” available from : http://news.detik.com/read/2010/06/18/060134/1380881/10/belanda-hukum-5-bajak-laut-somalia [accesed : 07/05/2012]

Educated Soft Power from Holland : Viool Leren Spelen

In the world now a days, development of the music shows their existence through the deployment of soft power. Soft power is the ability to get what you want by attracting and persuading others to adopt your goals[1].  What an odd thing it is to see an entire species—billions of people—playing with listening to meaningless tonal patterns, occupied and preoccupied for much of their time by what they call ‘music.’ Music is profoundly important to those with motor disorders, though the music must be of the ‘right’ kind—suggestive, but not peremptory—or things may go wrong[2].

Development of classical music is very scattered in the Renaissance and Baroque. In Renaissance and Baroque music education was though to be as essential to creating civilized young people as mathematics[3].  Music is a human book that gives satisfaction to the audience. Music is no longer a thing difficult to obtain because it has many facilities that provide learning about music. In Papua alone, the development of music, especially violin developed by missionaries who came from Holland. Learning the violin is free for anyone interested to learn how to play the violin. One of the famous violin teacher in Jayapura is Pieter Vieser. He was very friendly with the local communities in Papua and to provide education through religious lessons and violin. Learning the violin is improving motor and sensory children to be more creative and thorough. Development of the violin was increased in Papua with the opening of a music school in which there is a course to play the violin.

Classical music, especially violin helps improve concentration and accuracy we are. Playing the violin requires concentration to be able to synchronize the bowing technique, note accuracy, and reading scores. In the meantime, read violin sheet music can improve the accuracy because there are a variety of tones with different beats. No wonder Dutch kids in brain development goes fast because it has been practicing classical music since childhood.  Soft power is increasingly spread in the current era of globalization. Netherlands as a country that plays a role in the soft power of classical music particularly positive contribution to Indonesia. Violin increasingly in demand in Indonesia, we can see for themselves that a growing number of parents who put their children on the course Biola. In Papua, violin currently in great demand by children and I hope they can learn as children in the Netherlands.


[1] Nye, Joseph. (2003) "Propaganda Isn't the Way: Soft Power." International Herald Tribune” available from : http://belfercenter.hks.harvard.edu/publication/1240/propaganda_isnt_the_way.html [accesed : 03/05/2012]


[2] Sacks,Oliver (2010) “The Power of Music” Vol.129 (10)  ,available from : http://brain.oxfordjournals.org/content/129/10/2528.short [accesed : 04/05/2012]



[3] Holland, Bernard( 2003) “ New York Times : Pulling Strings to get Violin back Into Childrens Lives” Vol. 4 (10). P. 4

Senin, 12 September 2011

Program Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagai Penanggulangan Bencana Konflik Sosial di Papua


Nama : Floranesia Lantang (170210100007)
Program Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagai Penanggulangan Bencana  Konflik Sosial di Papua
Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mempunyai sejarah sosial berupa dinamika aspek kehidupan masyarakat aslinya. Konsep “desentralisasi” merupakan agenda publik yang dijadikan sebagai landasan konstektual dalam penyelenggaraan pemerintahan menggantikan politik sentralisasi.  Dalam Perdasus Penyelenggaraan Peradilan Adat di Papua , diungkapkan bahwa pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan,penegakan  supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) , percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan Provinsi lain.

Analisis konflik ini berfokus pada dinamika konflik dan masalah-masalah yang terjadi pada periode paska Otsus (Otonomi khusus) sesudah tahun 2001, di Papua. Kekayaan sosial, budaya dan sumber alam di Papua bertolak belakang dengan tingkat keamanan manusia. Papua telah sejak lama memiliki keluhan-keluhan sejak berintegrasinya dengan Negara Indonesia mulai dari perbedaan persepsi mengenai sejarah integrasi ke dalam Negara Indonesia, keterbelakangan yang terus terjadi dan kompleksitas rasa rendah diri yang diwarnai dengan pelanggaran hak asasi manusia yang merusak harkat martabat orang asli Papua. Kelahiran otsus pada tahun 2001 adalah sebuah titik balik di mana keluhan-keluhan penduduk asli Papua mulai dibuka dan diperhatikan. Otsus diharapkan untuk dapat memberikan tindakan yang pasti untuk melindungi hak-hak penduduk asli Papua dan melibatkan mereka secara aktif baik sebagai penerima manfaat dan pelaku pada perubahan sosial di Papua. Meskipun demikian, pelaksanaan otsus telah menghadapi pelbagai tantangan termasuk kurangnyan kepercayaan yang diperlihatkan oleh pemerintah pusat.
Periode paska otsus masih diwarnai dengan adanya keluhan-keluhan; perdamaian negatif, masalah-masalah yang berhubungan dengan perwakilan, kebijakankebijakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan lokal, penggalian sumber daya alam yang tidak seimbang, pendekatan keamanan, rendahnya tingkat modal sosial, masyarakat anomie dalam perubahan sosial, polarisasi yang dapat memicu konflik, dan kesenjangan antar kelompok masyarakat.

Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ,yang disahkan pada tanggal 21 November 2001 serta dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 135 dan Tambahan Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 4151 , patut dicatat sebagai suatu karya monumental hasil kemitraan Pusat dan Daerah. Beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Undang-undang Otsus ini ialah rancangan awal undang-undang tentang otonomi ini disusun oleh putra-putra terbaik Papua dalam berkonstribusi mengatur dan membangun  daerahnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muatan rancangan undang-undang otonomi dipandang mampu mengakomodasi berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat,khususnya orang asli Papua. Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dapat berperan sebagai suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan (service), dan akselerasi pembangunan (development), serta pemberdayaan (empowerment) seluruh rakyat di Provinsi Papua terutama orang asli Papua[1].
Dalam studi tentang penyelesaian konflik disebut bahwa kebijakan pemberian otonomi kadang menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, otonomi dimaksudkan upaya untuk melakukan desentralisasi kekuasaan, mekanisme kompromi politik, secara administratif bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, dan juga sebagai mekanisme untuk menjaga integritas territorial sebuah negara. Namun, di sisi lain, otonomi juga berpotensi memperkuat identitas kelompok minoritas dan ini mendorong kelompok minoritas ini meningkatkan tuntutan mereka ke level yang lebih otonom atau bahkan ke level kemerdekaan.  Menurut studi Svante E Cornell (2002), otonomi bisa memperbesar konflik di sebuah kawasan dengan sejumlah cara. Dia mengulas, “There are two ways in which the institution of autonomous regions could be conceived of as conducive to secessionism: first of all by institutionalizing and promoting the separate identity of its titular group, thereby increasing group cohesion and the incentives of the group to act; and secondly by its political institutions that increase the capacity of the group to act." (Svante E Cornell (2002:15-16). [2]
Pembentukan suatu pemerintahan merupakan cita-cita Nasional untuk mencapai suatu tatanan keteraturan dan ketertiban bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat. Pemerintah merupakan wakil rakyat yang harus berpihak pada rakyat .Osborne & Gaebler (1996:283) mengintrodusir bahwa ,Pemerintah perlu semakin didekatkan dengan masyarakat sehingga dapat member respon cepat terhadap kebutuhan masyarakat yang dinamis. Konsepsi ini didasari pada asumsi bahwa Pemerintah yang berada dalam jangkauan masyarakat, maka pelayanan yang diberikan menjadi cepat, responsive,akomodatif, inovatif, produktif, dan ekonomis.
Konflik sosial yang terjadi di Papua jika diteliti pada aspek psikologis, orang Papua lebih banyak dipengaruhi emosi daripada pikiran yang kritis dan sehat dalam menghadapi suatu permasalahan, sehingga tak segan-segan untuk melakukan tindakan anarkis dan separatis. Dalam aspek sosial, ketika mereka memberontak maka mereka akan mendapat dukungan dan pengaruh dari sukunya serta dalam suasana yang genting pada kepala suku itu harus berada ditengah-tengah sukunya itu. Aspek ekonomi dalam lingkungan sosial, yaitu lambatnya penyaluran barang ke Papua sehingga kesejahteraan warga Papua pun tak berjalan (1964-1966), padahal hal seperti ini tidak pernah terjadi selama Belanda menguasai Papua. Rasa tak memiliki Negara seutuhnya, ditambah lagi ketika terjadi pembunuhan warga Papua oleh TNI , merupakan kekecewaan Papua terhadap NKRI.
Suatu konsep elit politik yang terjadi di pemerintahan pusat menyebabkan rasa kurang percaya rakyat Papua atas keberadaannya di Indonesia. Konflik-konflik sosial memiliki kuantitas yang besar sebelum diberlakukannya otonomi daerah.  Dengan diberlakukannya otonomi daerah di Papua, maka akan terjadi kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang sehingga konflik sosial akan berkurang. Aktualisasi otonomi daerah member makna dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, yaitu :

1.Dimensi Politik
 Otonomi dalam tinjauan dimensi politik bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Melalui otonomi ,maka masyarakat berkesempatan untuk menyalurkan inspirasi dan aspirasinya, serta terlibat dalam mendukung kebijaksaan pemerintah , dalam konteks lokal (Daerah), maupun nasional, sebagai bagian dari proses demokratisasi.

2. Dimensi Manajemen Pemerintahan
Dalam tinjauan dimensi manajemen pemerintahan, aktualisasi ekonomi bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan. Melalui otonomi, diharapkan pemerintah mampu melaksanakan fungsi pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan secara efektif dan efisien, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

3.Dimensi Kemasyarakatan
Ditinjau dari dimensi kemasyarakatan, maka otonomi bertujuan sebagai sarana partisipasi masyarakat serta menimbulkan kemandirian. Melalui otonomi, upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan,sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mandiri, dan memiliki daya saing.

4.Dimensi Ekonomi
            Ditinjau dari dimensi ekonomi, otonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui otonomi masyarakat dan Pemerintah Daerah akan memiliki peluang yang besar untuk melakukan ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi sumber-sumber ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan.

5.Dimensi Budaya
            Ditinjau dari dimensi budaya, otonomi bertujuan untuk memberikan peluang yang besar bagi berkembangnya nilai budaya daerah. Melalui otonomi maka daerah dapat secara leluasa mengembangkan adat budaya daerahnya, yang diapresiasikan melalui berbagai hal, seperti : struktur pemerintahan terendah (Desa), model perencanaan pembangunan, dan sebagainya.[3]

Meskipun demikian, penyelenggaraan otonomi masih harus ditata secara baik, check and balances in local self government merupakan kunci keberhasilan suatu desentralisasi kewenangan dalam otonomi. Sesuai dengan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999, dan tertuang dalam UU No.21 Tahun 2001, maka pemberlakuan otonomi akan membantu perkembangan Provinsi Papua serta mencegah konflik-konflik sosial yang pernah terjadi sebelumnya.


[1] Abud Musa’ad,Mohammad,2004,”Menguak Tabir Otonomi khusus Papua”,Bandung:ITB,hal.vii
[2] Ali, Rizwan 2010, “Otonomi dan Potensi Referendum di Papua”,diakses pada hari Selasa 16 Agustus 2011,pukul 15:03 ,( http://sampari.blogspot.com/2010/06/otonomi-dan-potensi-referendum-di-papua.html)
[3] Abud Musa’ad,Mohammad,2005 ,” Penguatan Otonomi Daerah :Dibalik Bayang-Bayang Ancaman Disintegrasi”,Jayapura:Penerbit Pusat Kajian Demokrasi.hal. 35-37