Kamis, 10 Mei 2012

Belajar dari Keistimewaan Belanda dalam Hukum Laut

Hukum Laut merupakan salah satu cabang  dari Hukum Internasional yang lebih banyak mengalami perubahan secara revolusioner selama empat dekade terakhir. Ahli-ahli hukum Laut yang terkenal yang merupakan pionir awal berasal dari Belanda, seperti Hugo Grotius dan Cornelis van Bijnkershoek. Bahkan Konferensi Internasional yang pertama kali  membahas laut territorial yaitu “codification conference” (13 Maret – 12 April 1930) di laksanakan di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa Bangsa.  Walaupun belanda merupakan negara yang luas lautannya lebih kecil daripada Indonesia yang merupakan negara kepulauan, namun hukum laut dipegang teguh oleh belanda.

 Dari sejumlah negara kepulauan di dunia, Indonesia adalah salah satu yang terbesar-menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1992. Indonesia memiliki 193 titik dasar dan 92 pulau terluar yang berarti perlu ada peningkatan pengamanan berbasiskan hukum laut internasional[1]. Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km[2]. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari 15 negara yang memiliki ZEE terbesar[3].

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (Internal waters), 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuki ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan ( Contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen (Continental shelf), 7. Laut lepas (High seas), 8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area). Dengan delapan zonasi pengaturan ini maka Indonesia dapat dikatakan memiliki banyak hak-hak perairan yang harus diimplementasikan secara hukum. Hal ini berarti perlu ada penguatan hukum laut sehingga lautan Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain. Untuk itu Indonesia perlu mendalami hukum laut karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lautan yang sangat luas. Belanda adalah negara terbaik untuk mendalami hukum laut dengan keistimewaan tokoh-tokoh pencetus hukum laut serta berbagai peraturan dan istilah-istilah yang terkandung di dalamnya.

Salah satu kasus yang sangat dianggap oleh dunia Internasional dalam konteks keamananan di laut adalah pembajakan. Belanda pada tahun 2009 berhasil mengadili 5 bajak laut Somalia di Pengadilan Rotterdam[4]. Namun ketika kapal Sinar Kudus dibajak, Indonesia tidak bisa bertindak secara hukum mengingat banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang dipikirkan. Indonesia perlu belajar dari ketegasan belanda dalam penegakkan hukum laut internasional. Oleh karena itu peningkatan  kerjasama Indonesia – Belanda  dalam penegakkan  laut perlu ditingkatkan lagi agar implementasi hukum laut di Indonesia dapat berjalan dengan baik.


[1] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (2012) “193 Titik Dasar dan 92 Pulau Terluar” available from http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/193-titik-dasar-92-pulau-terluar [accesed : 05/05/2012]

[2] Ikasiwalima (2007) “ Profil Laut Indonesia” available from : http://ikasiwalima.wordpress.com/2007/09/15/profil-laut-indonesia/ [accesed : 06/05/2012]


[3] Tabloid Diplomasi (2010) “Sejarah Rezim Hukum Laut”. Hal. 15

[4] Detik News (2010) “Belanda Hukum 5 Bajak Laut Somalia” available from : http://news.detik.com/read/2010/06/18/060134/1380881/10/belanda-hukum-5-bajak-laut-somalia [accesed : 07/05/2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar