Hukum Laut merupakan salah satu cabang dari Hukum Internasional yang
lebih banyak mengalami perubahan secara revolusioner selama empat
dekade terakhir. Ahli-ahli hukum Laut yang terkenal yang merupakan
pionir awal berasal dari Belanda, seperti Hugo Grotius dan Cornelis van
Bijnkershoek. Bahkan Konferensi Internasional yang pertama kali
membahas laut territorial yaitu “codification conference” (13
Maret – 12 April 1930) di laksanakan di Den Haag, di bawah naungan Liga
Bangsa Bangsa. Walaupun belanda merupakan negara yang luas lautannya
lebih kecil daripada Indonesia yang merupakan negara kepulauan, namun
hukum laut dipegang teguh oleh belanda.
Dari sejumlah negara kepulauan di dunia, Indonesia adalah salah satu yang terbesar-menurut United Nation Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS) 1992. Indonesia memiliki 193 titik dasar dan 92 pulau terluar
yang berarti perlu ada peningkatan pengamanan berbasiskan hukum laut
internasional[1]. Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km[2]. Selain itu, Indonesia
merupakan salah satu dari 15 negara yang memiliki ZEE terbesar[3].
Konvensi
PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi
pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (Internal
waters), 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuki ke
dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut
Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan ( Contingous waters),
5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen
(Continental shelf), 7. Laut lepas (High seas), 8. Kawasan dasar laut
internasional (International sea-bed area). Dengan delapan zonasi
pengaturan ini maka Indonesia dapat dikatakan memiliki banyak hak-hak
perairan yang harus diimplementasikan secara hukum. Hal ini berarti
perlu ada penguatan hukum laut sehingga lautan Indonesia tidak dipandang
sebelah mata oleh negara lain. Untuk itu Indonesia perlu mendalami
hukum laut karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lautan
yang sangat luas. Belanda adalah negara terbaik untuk mendalami hukum
laut dengan keistimewaan tokoh-tokoh pencetus hukum laut serta berbagai
peraturan dan istilah-istilah yang terkandung di dalamnya.
Salah
satu kasus yang sangat dianggap oleh dunia Internasional dalam konteks
keamananan di laut adalah pembajakan. Belanda pada tahun 2009 berhasil
mengadili 5 bajak laut Somalia di Pengadilan Rotterdam[4]. Namun ketika
kapal Sinar Kudus dibajak, Indonesia tidak bisa bertindak secara hukum
mengingat banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang dipikirkan. Indonesia
perlu belajar dari ketegasan belanda dalam penegakkan hukum laut
internasional. Oleh karena itu peningkatan kerjasama Indonesia –
Belanda dalam penegakkan laut perlu ditingkatkan lagi agar
implementasi hukum laut di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
[1]
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (2012) “193 Titik Dasar
dan 92 Pulau Terluar” available from
http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/193-titik-dasar-92-pulau-terluar
[accesed : 05/05/2012]
[2] Ikasiwalima (2007) “ Profil
Laut Indonesia” available from :
http://ikasiwalima.wordpress.com/2007/09/15/profil-laut-indonesia/
[accesed : 06/05/2012]
[3] Tabloid Diplomasi (2010) “Sejarah Rezim Hukum Laut”. Hal. 15
[4]
Detik News (2010) “Belanda Hukum 5 Bajak Laut Somalia” available from :
http://news.detik.com/read/2010/06/18/060134/1380881/10/belanda-hukum-5-bajak-laut-somalia
[accesed : 07/05/2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar